http://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/issue/feedSeri Filsafat Teologi2023-02-27T08:03:10+07:00FX. Kurniawan Dwi Madyo Utomoserifilsafatws@gmail.comOpen Journal Systemshttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/179Nama, Makna, dan Pesan: Perayaan 400 tahun Propaganda Fide dan misi Gereja di tanah air2022-12-08T10:13:15+07:00Raymundus I Made Sudhiarsarsudhiarsa@yahoo.co.uk<p>Artikel ini mengajak sidang pembaca untuk melihat perayaan 400 tahun usia Propaganda Fide sebagai kesempatan untuk mengapresiasi prestasinya dalam perjalanan yang panjang itu dan sekaligus melihat ke depan, utamanya langkah-langkah misioner yang bisa diupayakan oleh Gereja-Gereja lokal dalam konteksnya masing-masing. Lebih daripada itu, perayaan ini sejatinya mengingatkan Gereja akan jati diri dan tugasnya untuk menjadi saksi Kristus di seluruh dunia dan kepada segala makhluk dengan kuasa Roh Kudus. Kongregasi Suci ‘de Propaganda Fide’, yang sekarang diberi nama baru ‘Dikasteri untuk Evangelisasi’ dan dipimpin langsung oleh Sri Paus, telah didirikan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan tugas perutusan itu sesuai dengan mandat Kristus yang bangkit (lih. Mrk 16:15; Kis 1:8; Mat 28:20). Koordinasi untuk seluruh Gereja itu, khususnya di wilayah-wilayah dengan sebutan ‘daerah misi’, telah dilaksanakan dengan berbagai cara sesuai dengan dinamika sosio-kultural di berbagai tempat di seluruh dunia dan dalam zaman yang terus berubah. Sejarah memang tidak pernah selesai. Narasi evangelisasi juga terus berlanjut, baik secara kelembagaan oleh Dikasteri untuk Evangelisasi dan Keuskupan-Keuskupan maupun lewat inisiatif putra-putri Gereja di dalam lingkungan hidup dan kerja mereka masing-masing. Menemukan terobosan-terobosan yang cerdas dan arif sebagai ekspresi iman kristiani yang hidup dalam dunia yang berubah demikian cepat dan demi dunia-bersama yang lebih bermartabat (Kerajaan Allah) tetap menjadi tantangan Gereja di tanah air Indonesia tercinta ini.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/187Konteks Misi Katolik di Indonesia2022-12-08T11:44:32+07:00FX. EKO ARMADA RIYANTOfxarmadacm@gmail.com<p>Artikel ini berfokus pada tonggak-tonggak sejarah misi dalam Gereja Katolik. Dengan metode historis-panoramik, penulis berusaha untuk mengajukan beberapa tonggak penting yang telah dilalui oleh para misionaris, sebagai salah satu bukti nyata penyebaran iman mereka, yang didorong oleh amanat Kristus untuk mewartakan Injil ke segala makhluk (Markus 16:15). Amanat ini terartikulasi dalam karya para rasul. Dari Kisah Para Rasul, kita ketahui ada beberapa pusat misi, dimana para Rasul mempersiapkan diri dengan pengajaran</p> <p> </p> <p>dan pembentukan komunitas. Diantaranya, yang paling jelas ialah Antiokhia. Paulus merupakan produk misionaris yang berasal dari “sekolah” Antiokhia. Semangat misi ini di kemudian hari diteruskan oleh Gereja Katolik hingga lahirlah Propaganda Fide (1622). Pendirian Propaganda Fide ini memiliki keterkaitan latar belakang cukup beragam. Yang barangkali harus dicatat bahwa tahun itu 1622 merupakan pasca-seratus tahun kurang satu dari Bulla Paus, <em>Decet Romanum, </em>yang menghukum dan mengekskomuniasi Martin Luther tahun 1521. Artinya, Protestantisme telah demikian menyebar ke banyak wilayah Eropa Utara. Tidak hanya itu, kaum Protestan juga telah mulai mengalahkan dan menggusur kekuasaan kolonial raja-raja Katolik di wilayah-wilayah baru, diantaranya di India dan Indonesia.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/174Gereja Belanda: Dari Pemberi Misionaris Menjadi Tanah Misi Indonesia2022-12-08T10:00:26+07:00Edison R.L. Tinambunanedisontinambunan@gmail.com<p><em>Yubileum tiga ratus tahun Propaganda Fide abad kedua puluh adalah masa keemasan Gereja Belanda dan salah satu buahnya adalah pembukaan tanah misi oleh berbagai tarekat lokal dan tarekat yang berkarya di negeri tersebut. Destinasi misi paling utama adalah Indonesia. Yubileum empat ratus tahun Propaganda Fide, Gereja Belanda menjadi salah satu perhatian oleh tarekat yang bermisi ke Indonesia yang berasal dari negeri tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk meneliti alasan, peluang dan tantangan misi ke Belanda. Untuk tujuan tersebut, pengumpulan informasi dari para misionaris menjadi prioritas utama dan didukung oleh informasi dari Jeneralat yang memindahkan pusat tarekat dari Belanda ke Indonesia. Simpulan yang diperoleh adalah misi ke Belanda membutuhkan pemahaman konteks Gereja yang benar agar bisa menghasilkan buah yang diharapkan yang bukan sekedar melanjutkan keberlangsungan tarekat dan mengisi kekosongan komunitas.</em></p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/178Propaganda Fide, Suatu Tonggak Menuju Inkulturasi (Tahap Ketiga) 2022-12-08T10:08:43+07:00Petrus Go Twan Anpiet_go@yahoo.co.id<p>Artikel dalam bentuk sketsa ini menitikberatkan pada peran penting Propaganda Fide dalam memperkenalkan inkulturasi dalam karya misi Gereja. Gagasan inkulturasi <em>per se</em> tidak mudah diurai dengan gamblang karena kompleksnya kultur atau budaya itu sendiri. Usaha-usaha untuk melakukan inkulturasi di dalam Gereja Katolik mau tidak mau harus menghadapi ketegangan antara “universal” dan “lokal”; dalam konteks Indonesia, antara misionaris Eropa dan rakyat Indonesia. Berbagai upaya untuk melakukan inkulturasi telah dilakukan baik pada level universal maupun pada level nasional, yaitu Gereja Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI).</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/186Konteks Historis Tujuh Gereja Dalam Kitab Wahyu 2-32022-12-08T10:56:11+07:00Gregorius Tri Wardoyogtricm@gmail.com<p>Artikel ini merupakan buah usaha penulis untuk menggali inspirasi dari tujuh Gereja dalam Kitab Wahyu bab 2 dan 3 bagi karya misi saat ini. Tantangan yang luar biasa dari ketujuh gereja sebagaimana diceritakan dalam surat Rasul Yohanes kepada para pengikut Kristus pada masa itu mendorong penulis untuk mendekati Why. 2-3 dari konteks historis. Dari penelusuran yang penulis lakukan ditemukan bahwa pemahaman yang baik mengenai konteks historis dari Kitab Wahyu membantu pembaca untuk mengerti kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para pengikut Kristus pada abad I M sekaligus menjawabi pertanyaan mengapa Kitab Wahyu ditulis dengan memakai bahasa-bahasa simbolis dan bersifat enigmatis sehingga kitab ini sulit untuk dimengerti.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/183Leadership for Mission to the World2022-12-08T10:47:08+07:00Sebastianus W. Buulolo, MTSsebastianus@gmail.com<p>Transformasi kepemimpinan di dalam Gereja diperlukan untuk mendialogkan Injil dengan konteks misi, seperti kemiskinan dan globalisasi. Transformasi kepemimpinan ini juga merupakan pilihan dalam menanggapi krisis moral dalam Gereja berkaitan dengan pelecehan seksual. Kontkes misi dan krisis moral ini telah berkontribusi pada kematian Gereja. Dengan menggunakan metode “see-judge-act,” artikel ini mengkaji kontribusi kepemimpinan di dalam karya misioner Gereja dengan mengkaji pemahaman dan implementasi kepemimpinan di dalam aktivitas misioner. Artikel ini berpendapat bahwa kepemimpinan buruk, baik dalam konsep dan prakteknya, di antara para pelayan pastoral merupakan virus bagi pertumbuhan Injil di hati umat; kepemimpinan semacam ini mungkin menghilangkan suara Gereja dalam mengubah dunia. Maka, artikel ini menggarisbawahi beberapa gagasan kepemimpinan berkaitan dengan karya pastoral untuk membantu para pelayan pastoral menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/173Misi adalah Kehadiran (Spiritualitas Misionaris yang Hadir di Gereja Katolik Indonesia)2022-12-08T09:57:57+07:00Tomas Lastari Hatmokohmokocm@gmail.com<p>Gereja Indonesia bertumbuh dan berkembang karena kehadiran para misionaris. Mereka yang datang menempuh perjalanan jauh hanya untuk menjawab panggilan perutusan Yesus. Cintah kasih Kristus telah mendorong mereka untuk berkarya di Indonesia. Mereka bukanlah orang yang sempurna, namun justru karena panggilan dan kehendak yang kuat, para misionaris bisa tinggal dan membangun Gereja Indonesia. Sekarang Gereja di Indonesia menjadi Gereja mandiri. Pelayanan sudah berjalan dengan lancar, meski di beberapa wilayah Indonesia masih ada juga yang dari sisi medan karya masih sulit untuk dijangkau. Namun jerih payah misonaris selama ini telah mulai berbuah dan menumbuhkan juga misonaris-misionaris lokal serta umat yang mau terlibat dalam karya Gereja. Dalam tulisan ini penulis hendak menggali spiritualitas dari para misionaris yang telah berkarya di Indonesia. Kehidupan misionaris yang datang dan berkarya menjadi sumber eksplorasi. Sedangkan penghayatan hidup rohani dan imamat sebagai imam, raja, dan nabi adalah bahan untuk menguraikan dan menemukan spiritualitas mereka. Tulisan ini menggunakan penelitian kepustakaan yang diperkaya dengan pengalaman pribadi penulis yang juga pernah bertugas di wilayah paroki pedalaman. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa spiritualitas misionaris adalah spiritualitas Yesus sendiri. Para misionaris mengambil bagian dalam perutusan dan karya Yesus.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/185Spiritualitas: Sumber Kekuatan Bagi Hidup Dan Karya Misionaris2022-12-08T10:53:47+07:00Kristoforus Balachristosvd@yahoo.com<p>Pada hakekatnya spiritualitas adalah hidup yang terpusat dan berkar pada Allah Tritunggal. Allah adalah sumber dan tujuan seluruh hidup dan karya misi. Allah adalah Allah misioner. Allah Bapa mengutus Yesus dan Roh Kudus untuk menyelamatkan manusia dan dunia. Gereja atau para misionaris dipanggil dan diutus oleh Tuhan untuk mengambil bagian dalam misi Allah. Berakar dalam Allah Tritunggal adalah syarat utama untuk menghasilkan banyak buah dalam karya-karya misi. Spiritualitas misionaris ditumbuhkan dan dikuatkan melalui perayaan Ekaristi, meditasi Sabda Allah, doa dan kontemplasi, kesetiaan dalam kemartiran.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/180Anggota Tarekat Hidup Bakti dan Kegiatan Misioner: Perspektif Hukum Gereja2022-12-08T10:28:11+07:00Yohanes Wilson B. Lena Meoelwinbei@gmail.com<p>Anggota-anggota tarekat hidup bakti, berdasarkan panggilannya yang khas, diundang untuk berpartisipasi dalam karya misi Gereja di tengah dunia ini. Undangan untuk berpartisipasi dalam karya misi ini berlandaskan pada persembahan diri mereka untuk pelayanan terhadap Allah dan seluruh Gereja. Dimensi misioner adalah salah satu dimensi dalam hakikat hidup bakti itu sendiri, terutama melalui pembaktian diri. Kitab Hukum Kanonik 1983 menegaskan tentang pastisipasi anggota-anggota hidup bakti dalam kegiatan misioner di dalam kan. 783. Artikel ini bertujuan mendalami pernyataan kanon ini dan untuk memperjelas tempat serta kontribusi yang dapat diberikan oleh anggota-anggota tarekat hidup bakti dalam kegiatan misioner Gereja dalam konteks zaman ini.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/175Benturan- benturan Misi Gereja Katolik2022-12-08T10:04:02+07:00Peter Bruno Sarbinipeterbrunosarbini@gmail.com<p>Perjalanan dan misi Gereja Katolik senantiasa menghadapi beragam tantangan dan benturan, baik yang berasal dari dalam dirinya maupun dari luar. Gereja sering dipandang dan dinilai oleh pihak-pihak tertentu dengan stigma ketertutupan yang meng-<em>claim</em> dirinya sebagai satu-satunya jalan serta sumber keselamatan (<em>extra ecclesiam nulla salus). </em>Bagaimanakah keberadaan dan karya-karya Gereja yang mau memperkenalkan diri, tidak eksklusif dan relevan di tengah keragaman agama, budaya, suku dll? Tantangan-tantangan dan benturan apa saja yang dihadapi Gereja, utamanya di negara tercinta ini? Bagaimana Gereja menyikapi dan mengatasi berbagai benturan terhadap karya-karya serta misinya? Tulisan ini menguraikan dan berusaha menemukan jawaban atas beberapa pertanyaan dan persoalan tersebut.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/171Formatio untuk Misionaris: Mengembangkan Kesehatan yang Menyeluruh 2022-12-08T09:07:27+07:00Kurniawan Dwi Madyo Utomofxiwancm@gmail.com<p>Para misionaris bekerja tanpa lelah di tanah misi untuk membangun Kerajaan Allah. Penyesuaian diri dengan budaya dan bahasa baru, beban pekerjaan, relasi dengan rekan kerja dan umat, dan kondisi lingkungan dapat memengaruhi kesehatan mereka. Beberapa dari antara mereka mengalami kelelahan, menjadi sakit, dan akhirnya harus meninggalkan tanah misi. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menumbuhkan kualitas hidup dan kesehatan para misionaris secara menyeluruh, sehingga mereka dapat mewartakan Injil dengan cara-cara yang produktif dan sehat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan studi pustaka. Hasil penelitian ini menemukan bahwa para misionaris yang menjalani kehidupan lintas budaya perlu dipersiapkan dan dibantu untuk mengintegrasikan pikiran, tubuh, dan jiwa secara harmonis agar mereka memiliki kesehatan yang holistik atau menyeluruh, yaitu kesehatan emosional, sosial, fisik, mental, lingkungan, dan rohani. Memiliki kesehatan yang holistik tersebut akan meningkatkan kesejahteraan dan kesediaan mereka untuk melayani di tanah misi.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/188SVD Genius Dalam Karya Misi di Sunda Kecil2022-12-08T11:51:50+07:00Antonio Camnahastonio.chs41@gmail.com<p>Setelah menerima wilayah misi Sunda Kecil dari Kongregasi Propaganda Fide tahun 1912, SVD bertekad untuk bekerja dengan sepenuh hati di wilayah misi ini. Kerja misi pun direncanakan dengan sebaik-baiknya. Namun dalam perjalanan, terjadilah Perang Dunia I yang mengubah seluruh rencana. Pertanyaan yang hendak diteliti adalah bagaimana SVD bisa survive dalam kesulitan karya misi yang terdampak perang? Metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan ini adalah metode kualitatif- induktif dan kualitatif deduktif lewat penelitian atas berbagai bahan arsip juga literatur yang mendukung tema yang diteliti. Pertanyaan di atas terjawab lewat ditemukannya berbagai usaha heroik yang dibuat oleh para misionaris SVD baik di tingkat lokal maupun di tingkat internasional. Usaha-usaha itu adalah kepiawaian menentukan langkah awal yang tepat sebelum memulai karya misi, usaha tanpa henti untuk mendatangkan tenaga misionaris ke Sunda Kecil di tengah kesulitan perang, membangun kerjasama dengan masyarakat pribumi dalam diri para katekis dalam karya misi, dan pengambilan keputusan yang tepat dan matang berkaitan dengan karya formasi para calon imam pribumi. Semua ini telah menjamin keberlangsungan karya misi SVD yang menghasilkan banyak buah baik di masa sekarang</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/184Karya Misi Msf di Kalimantan Bagian Timur Strategi Misi Gereja Awal2022-12-08T10:50:56+07:00I Ketut Gegeltemmyketut@gmail.com<p>Paham keselamatan pra Konsili Vat II dengan jargonnya “<em>extra ecclesiam nulla salus” </em>menjadi dorongan yang kuat bagi para misionaris untuk datang ke daerah misi mewartakan karya keselamatan Allah, tidak terkecuali bagi misionaris MSF yang datang ke daerah Kalimantan bagian Timur. Gereja mempunyai tanggungjawab untuk menyelamatkan manusia sebagai perwujudan dari amanat agung Tuhan Yesus: “Pergilah keseluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala mahluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan” (Mrk 16, 15-16a). Dalam arus pemikiran yang sama, Paus Leo XIII melalui ensikliknya <em>Sancta Dei Civitas</em> mendorong agar semakin banyak misionaris dikirm ke daerah misi. Tantangan direspon oleh MSF. Sebagai tarekat Rasuli berstatus Pontifical, MSF ikut bertanggungjawab dalam mewartakan kabar keselamatan agar semakin banyak orang diselamatkan dalam Kristus. Untuk memahami bagaimana MSF menjalankan misi itu, strategi apa saja yang digunakan dan siapa saja yang dilibatkan dalam karya misi tersebut sehingga “membuahkan” hasil yang menggembirakan dengan berdirinya 4 keuskupan: Banjarmasin, Samarinda, Palangkaraya dan Tanjung Selor, merupakan tujuan dari research ini. Untuk mencapai tujuan itu penulis menggunakan metodologi kualitatif. Sejumlah buku, khususnya Demarteau WJ. (1997). <em>Mereka itu Datang dari Jauh</em> dan Sinnema P. (1995). <em>Sebiji Sesawi. Buku Kenangan MSF 100 tahun dan Karyanya di Kalimantan</em>, 2 ensiklik yang berbicara tentang misi ad gentes: <em>Sancta Dei Civitas</em> dari Leo XIII dan <em>Redemptoris Missio</em> dari Johanes Paulus II dianalisa. Selain itu, sejumlah artikel terkait dipelajari, disintesakan dan pada akhirnya dinarasikan dalam research ini sehingga diperoleh suatu pemahaman yang lengkap tentang misi MSF di daerah Kalimantan bagian Timur. Hal ini sekaligus menjadi sumbangan dari reseach ini bagi peniliti lain yang hendak melakukan research lebih lanjut dalam bidang ini. </p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/181Misi Pasionis di Indonesia Dalam Terang Misi Propaganda Fide2022-12-08T10:29:41+07:00Valentinus Saengmualangboy@gmail.com<p>Karya misi keselamatan oleh Gereja Katolik di seluruh dunia merupakan kelanjutan dari karya misi penyelamatan dan penebusan yang dilakukan oleh Yesus Kristus, lalu diteruskan para rasul dan para muridNya. Sejalan dengan upaya konsolidasi dan koordinasi untuk semua aktivitas misi Gereja baik dari sudut doktrinal, organisasi dan karya karitatif maupun karya pewartaan dan pengajaran, maka didirikanlah sebuah lembaga oleh Paus Gregorius XV, yaitu <em>Sacra Congregatio de Propaganda Fide – SCDF </em>atau <em>Propaganda Fide</em> tgl 22 Juni 1622. Propaganda Fide tiada lain adalah departemen atau dikasteri yang bertugas untuk mewartakan doktrin iman Gereja Katolik Roma. Sejarah misi Kongregasi Pasionis (CP) atau Pasionis di Indonesia berada dalam konteks misi Propaganda Fide. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian tentang hal ini bersifat kualitatif dengan perspektif kajian historis atas bermacam dokumen yang tersedia.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/172Keterlibatan Awam dalam Misi Kerasulan di Keuskupan Ketapang Ditinjau dari Perspektif Mgr. Gabriel Wilhelmus Sillekens CP2022-12-08T09:17:32+07:00Yohanes Endiyohanesendi82@gmail.comAgustinus Mujiantomujianto_agustinus52@yahoo.co.idChristianus Watuchristianuswatu@gmail.com<p>Fokus utama tulisan ini ialah misi pewartaan Injil yang berakar dalam Kristus. Mgr. Sillekens dalam misinya di Keuskupan Ketapang menekankan betapa pentingnya hidup dalam Kristus yang tampak dalam Sakramen Ekaristi, Sakramen Pengampunan dan dalam kesaksian hidup. Kesaksian hidup yang berakar di dalam Kristus itulah yang menjadi dasar dalam merasul di tengah-tengah dunia terutama di dalam keluarga. Dalam karya kerasulan, Gereja membutuhkan terobosan-terobosan baru yang kreatif, inovatif dan hidup. Wajah Allah yang penuh kasih harus tampak dalam wajah keluarga-keluarga kristiani dimanapun mereka berada. Dalam menggarap artikel ini penulis menggunakan pendekatan hermeneutik terhadap beberapa sumber pustaka terutama Surat Gembala dari Mgr. Sillekens dan dokumen-dokumen Gereja untuk mendapatkan informasi yang komprehensif guna memahami misi pewartaan secara lebih mendalam<em>. </em>Beberapa temuan yang penulis masukkan dalam tulisan ini adalah bahwa misi pewartaan Iniil itu harus sungguh-sungguh berasal dari Kristus, mengakar di dalamNya dan bertumbuh di dalamNya. Tanpa Kristus maka misi pewartaan tidak akan pernah berhasil. Langkah-langkah konkrit yang telah dilakukan oleh Mgr. Sillekens menunjukkan bahwa betapa pentingnya berakar dalam Kristus itu untuk sebuah misi pewartaan. Selain itu Gereja harus terus melibatkan kaum awam sebagai bagian krusial dari pertumbuhan Gereja lokal-Keuskupan.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/177Lahirnya Tahun Solidaritas Misi di Keuskupan Tanjung Selor2022-12-08T10:06:56+07:00Paulinus Yan Ollapyanolla@yahoo.com<p>Fokus artikel ini ialah karya misi di Keuskupan Tanjung Selor. Terinspirasi oleh perayaan 100 tahun Ensiklik <em>Maximum Illud</em>, Uskup Keuskupan Tanjung Selor, menggagas lahirnya tahun solidaritas misi di keuskupannya. Ensiklik <em>Maximum Illud</em> dari Paus Benediktus XV berbicara tentang karya misi dan pada tahun 2019, ensiklik tersebut genap berusia 100 tahun. Metodologi yang digunakan dalam pembahasan karya misi dalam artikel ini ialah deskritif kritis atas Ensiklik <em>Maximum Illud </em>dan atas program “Tahun Solidaritas Misi” di Keuskupan Tanjung Selor. Ensiklik ini menekankan pentingnya penyebaran iman ke seluruh dunia, termasuk di wilayah Keuskupan Tanjung Selor yang dicirikan dengan medan yang luas dan sangat sulit dijangkau. Di dalam penelitian ini ditemukan adanya harapan sekaligus tantangan dalam pelaksanaan karya misi di Keuskupan Tanjung Selor. Harapan terletak pada keterlibatan dan antusias kaum muda dan umat paroki di wilayah keuskupan ini selama pelaksanaan “Tahun Solidaritas Misi.” Namun demikian, antusias umat di atas perlu didukung oleh program yang jelas dan tertata sehingga pelaksaan karya misi di Keuskupan Tanjung Selor semakin memiliki arah yang jelas. Selain itu, tantangan lainnya ialah pentingnya pemahaman yang baik tentang teologi dan spiritualitas misioner itu sendiri dan dukungan finansial atas karya misi terutama dari umat.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/189Giat Gereja Kristus Tuhan (GKT) Mewartakan Injil Di Dalam Enam Periode Sejarahnya Di Indonesia2022-12-08T12:01:18+07:00Markus Dominggus minggus02@yahoo.com<p>Artikel ini berfokus pada usaha-usaha Gereja Kristus Tuhan (GKT) dalam melakukan pengabaran Injil di Indonesia, terlebih yang telah dilakukan oleh orang-orang Tionghoa Kristen, di tengah situasi politik saat itu. Dalam meneropong kegiatan pewartaan iman orang-orang Tionghoa Kristen tersebut, penulis mengikuti jalan pikiran sejumlah pengamat sejarah gereja di Indonesia dan Asia, yang berpendapat bahwa kegiatan pewartaan iman dipengaruhi oleh peran dan operasi kekuasaan negara terhadap Gereja dan orang Kristen serta faktor-faktor kebudayaan dari pewarta iman dan masyarakat di mana iman itu diberitakan. Oleh karena itu, artikel ini akan disajikan dengan mengikuti lima periode waktu kehidupan mereka di Indonesia selama ini, yaitu Periode Kolonial Belanda (1900-1942), Periode Pendudukan Jepang (1942-1945), Periode Revolusi Kemerdekaan (1945- 1949), Periode Orde Lama (1950-1965), Periode Orde Baru (1966-1998) dan Periode Pasca Reformasi (1998-kini). Studi ini menemukan bahwa, terlepas dari berbagai langkah yang diambilnya, orang-orang Tionghoa Kristen di GKT telah berusaha sebaik mungkin untuk memitigasi situasi dan dalam segala keadaan berjuang mewartakan Injil itu dengan sebaik-baiknya. Apakah situasi sosial dan politik yang diciptakan oleh berbagai kebijakan itu baik atau tidak baik baginya, mendatangkan kerugian atau keuntungan, orang-orang Tionghoa Kristen di GKT sadar betul bahwa Injil harus tetap diberitakan.</p>2022-12-12T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/190Mencermati Gereja Katolik Di Kepulauan Sunda Kecil Dalam Bingkai Propaganda Fide – Suatu Tinjauan Sosio-Historis2022-12-19T11:25:42+07:00Sermada Kelen Donatusdonatusse@hotmail.com<p>Kepulauan Sunda Kecil dalam struktur pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dewasa ini meliputi Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Penulis mencermati situasi gereja Katolik di kawasan ini sebelum lahirnya Propaganda Fide 1622 hingga tahun 1949, ketika Belanda mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia. Beberapa fase historis kekuasaan asing membingkai situasi gereja katolik yang kekatolikannya dalam kurun waktu itu sudah dianuti juga oleh penduduk setempat. Fase-fase historis itu adalah fase kekuasaan Portugis; fase kekuasaan VOC Belanda yang dilanjutkan dengan kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda hingga tahun 1949 dengan disela oleh masa pendudukan Jepang. Di dalam fase-fase historis ini, orang-orang katolik hidup dan berkarya di bawah asuhan beberapa serikat religius.</p>2022-12-19T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologihttp://eprosiding.stftws.ac.id/index.php/serifilsafat/article/view/191Pengantar Singkat Injil Markus2023-02-27T08:03:10+07:00Henricus Pidyarto Gunawanpidyoc@gmail.com<p>Injil Markus adalah salah satu sumber bagi penulis Injil Sinoptik. Tulisan ini adalah pengantar singkat Injil Markus. Metode penelitian yang diaplikasikan adalah eksegese murni yang bersumber pada teks Kitab Suci, sehingga kepustakaan menjadi terbatas. Kerangka pembahasan dimulai dengan tempat dan waktu penulisan Injil Marksu dan umat yang dituju, yang akan mengungkapkan tujuan penulisan Injilnya. Isi Injil Markus adalah membuka rahasia Mesia yang tampak di dalam struktur keseluruhan Injil. Beberapa pokok isi Injil Markus adalah Yesus Kristus berhadapan dengan roh-roh jahat, mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah</p>2023-02-27T00:00:00+07:00Copyright (c) 2022 Seri Filsafat Teologi