Panorama Gereja Katolik Indonesia [1] Menyimak Kontribusi Muskens Dan Steenbrink
Abstract
Melukiskan panorama sejarah Gereja Katolik Indonesia dalam beberapa halaman dapat terjebak dalam “ketidakadilan”, karena begitu luas rentangan waktu dan cakupan aneka peristiwanya. Karena itu, saya mengajukan terlebih dahulu dua kontribusi dari dua penulis buku Sejarah Gereja Katolik Indonesia (SGKI), Martinus Muskens (seorang imam diosesan) dan Karel Steenbrink (seorang awam Katolik). Muskens berasal dari tahun-tahun tujuhpuluhan; sementara Steenbrink berasal dari kurun saat ini. Dua kontribusi penulis ini saya pandang representatif untuk maksud agar kita mengerti perspektif sekaligus “pesona” perjalanan panoramik Gereja Katolik Indonesia. Dari kedua penulis kita belajar bahwa penulisan sejarah meminta keketatan dan keakuratan riset sumber-sumber (asli) sekaligus pentingnya perspektif yang benar.
Misi Katolik di Hindia Belanda Timur (Indonesia) dihidupkan kembali sejak tahun 1808 dengan susah payah1, sebab selama kurun dua ratus tahun sejak tahun 16022, Gereja Katolik telah dihancurkan oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Nyaris tidak ada lagi kegiatan misi Gereja Katolik di tahun-tahun itu. Pusat-pusat Katolik peninggalan Portugis telah dipadamkan oleh VOC atau kaum Protestan (imbas suasana perang agama di Eropa). Orang-orang Katolik “diregristrasi” ke dalam komunitas- komunitas Protestan.
