Automutilasi dan Percobaan Bunuh Diri sebagai Irregularitas Tahbisan Suci Menurut Kanon 1041, No. 5
DOI:
https://doi.org/10.35312/serifilsafat.v34i33.244Keywords:
automutilasi, percobaan bunuh diri, dispensasi, sakramen tahbisan, pembinaan calon imamAbstract
Dewasa ini bunuh diri dan percobaan bunuh diri semakin marak terjadi di kalangan orang muda. Mereka yang gagal dalam percobaan bunuh diri dapat saja tertarik untuk menjadi imam di kemudian hari. Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah mereka ini boleh mengenyam pendidikan di seminari dan boleh ditahbiskan menjadi imam? Penelitian ini membahas doktrin dan norma kanonik mengenai percobaan bunuh diri dan automutilasi sebagai halangan tetap untuk menerima tahbisan imam. Metode yang digunakan ialah metode penelitian kualitatif bercorak deskriptif dan yuridis dengan menggunakan pendekatan studi literatur. Percobaan bunuh diri dan automutilasi merupakan fakta yang tak dapat dihapuskan atau diabaikan, sekalipun sudah disesali dan diampuni dalam sakramen pengakuan dosa. Kedua tindakan itu tetap diperhitungkan sebagai halangan tetap untuk menerima atau melaksanakan tahbisan. Jika seorang seminaris telah menjalani dengan baik dan serius formasio imamat dan dipandang layak untuk menjadi imam, ia diizinkan untuk ditahbiskan dengan dimintakan dispensasi dari irregularitas tersebut. Penelitian ini memberikan makna dan cakupan norma mengenai irregularitas, agar para formator seminari, Uskup Diosesan dan Superior Mayor tarekat religius dapat mengaplikasikan norma secara tepat, dan menanggapi dengan bijak setiap kasus irregularitas yang menimpa calon imam selama masa formasio imamat.
