Soteriologi Antropologis: Menanggapi Tantangan Fenomena Bunuh Diri
DOI:
https://doi.org/10.35312/serifilsafat.v34i33.250Keywords:
pencegahan bunuh diri, soteriologi antropologis, ars vivendi dan ars moriendiAbstract
Bunuh diri ditengarai sebagai fenomena sosial yang semakin mengkhawatirkan baik secara mondial maupun nasional. Jumlahnya semakin bertambah dari tahun ke tahun. Banyak Lembaga, baik sekuler maupun religius, baik akademis maupun praktis, telah berupaya merespon dengan penuh minat. Dengan menggunakan data sekunder, baik dalam format cetak maupun elektronik, tulisan ini ingin menelaah masalah kemanusiaan ini dari perspektif teologi, khususnya soteriologi antropologis. Penulis ingin mengajak pembaca untuk bekerja sama menanggapi fenomena ini dari kacamata iman. Pertama, hidup ini harus disyukuri sebagai anugerah Allah. Itulah yang kita sebut ars vivendi, seni hidup beriman, yang bukan hanya sekedar modus vivendi. Lalu, hidup ini perlu diterima sebagai tanggungjawab sosial, yakni mandat Ilahi untuk membangun masyarakat yang saling menolong dan saling mengasihi. Juga, penulis ingin memberi semangat kepada keluarga-keluarga yang anggotanya pernah melakukan bunuh diri dan para penyintas lainnya untuk menghayati hidup ini dengan penuh syukur. Hidup yang dihayati dengan tanggungjawab iman adalah suatu bentuk perayaan keselamatan itu sendiri. Setiap orang yang menghayati hidupnya dalam ketaatan kepada Tuhan, sebagai ars vivendi, akan selalu siap menyerahkan kembali hidupnya dengan sukacita kepada Tuhan. Itulah ars moriendi, meninggal dengan baik.
