Tertawa sebagai anugerah: Memaknai Hidup Personal dan Mewujudkan Gereja yang Gembira
DOI:
https://doi.org/10.35312/serifilsafat.v34i33.251Keywords:
Injil, kabar gembira, tertawa, humor, anugerah, GerejaAbstract
Ada ungkapan: Dunia saat ini tidak baik-baik saja. Perang dan bencana massal ataupun persoalan dan pergulatan hidup personal membawa dampak bagi manusia ke dalam masa yang suram, penuh derita dan kecemasan. Untuk membantu manusia dalam menghadapi situasi ini, Gereja dipanggil seturut perutusannya, untuk mewartakan kabar gembira, Injil (euangelion [yun.]). Pertanyaannya ialah bagaimana Gereja bisa mewujudkan panggilan dan perutusannya dengan menghadirkan wajah yang gembira dan berpengharapan. Tulisan tentang tertawa sebagai anugerah bertujuan untuk memberi paradigma dan kesadaran kembali akan panggilan dan perutusan Gereja. Penulis menggunakan metode kualitatif dari studi Pustaka dengan gabungan metode fenomenologis dan teologi sistematis. Diawali dengan mengambil contoh fenomen pengalaman hidup personal dan dilanjutkan dengan melihat makna tertawa dalam Kitab Suci dan Tradisi dalam hubungannya dengan hakikat perutusan Gereja. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tertawa, senyum dan humor dimungkinkan untuk menjadi tampilan wajah Gereja dalam mewujudkan perutusannya sebagai pewarta kabar gembira
