Menjadi Diri Sendiri Di Dunia Yang Terkoneksi Ditinjau Dari Perspektif Kierkegaard Dan Krisis Subjektivitas Digital
DOI:
https://doi.org/10.35312/serifilsafat.v35i34.272Keywords:
Subjektivitas, kierkegaard, Dunia Digital, Eksistensialisme, OtentisitasAbstract
Di era digital yang ditandai oleh konektivitas konstan dan dominasi media sosial, individu, khususnya kaum muda, menghadapi krisis subjektivitas yang mendalam. Identitas sering kali dibentuk oleh tuntutan performatif digital, pencarian validasi eksternal, dan pelarian dari kecemasan eksistensial melalui estetika citra diri. Artikel ini mengkaji krisis tersebut melalui lensa filsafat Søren Kierkegaard, yang menekankan pentingnya subjektivitas otentik, keberanian menghadapi kecemasan, dan relasi personal dengan Yang Mutlak. Dunia digital dibaca sebagai perwujudan dari tahap estetis dalam pemikiran Kierkegaard, di mana individu cenderung menghindari tanggung jawab eksistensial dan terjebak dalam keputusasaan tersembunyi. Dengan menggali tahap-tahap eksistensial—estetis, etis, dan religius—artikel ini mengusulkan pendekatan reflektif terhadap penggunaan teknologi: bukan penolakan, melainkan transformasi. Filsafat Kierkegaard memberikan kerangka untuk membangun subjektivitas otentik di tengah distraksi digital, melalui kesadaran diri, pilihan etis, dan iman yang hidup. Akhirnya, menjadi diri sendiri di era digital memerlukan lebih dari sekadar manajemen citra; ia menuntut integritas batin, keberanian eksistensial, dan kesetiaan terhadap panggilan terdalam manusia.
