Menjadi Manusia Berhikmat di Tengah Bayang-Bayang Kecerdasan Buatan (AI) Menurut Amsal 4:1-9
DOI:
https://doi.org/10.35312/serifilsafat.v35i34.282Keywords:
Hikmat, AI, Manusia, KebenaranAbstract
Fokus penelitian ini adalah menelusuri bagaimana manusia memperoleh hikmat di tengah arus besar perkembangan Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI). Akhir-akhir ini AI tidak hanya menjadi penemuan, melainkan gaya hidup. Bahkan AI menjadi bagian dari hidup manusia itu sendiri. Pengaruh AI yang mendominasi berbagai aspek kehidupan membuat manusia sangat bergantung padanya. Situasi demikian membuat manusia berpikir apa yang menjadi bagian khas dalam dirinya, sebab semuanya sudah diambil alih oleh AI. Manusia berada fase krisis karena tidak berdaya dengan AI dan segala kecanggihannya. Menurut Amsal 4:1-9 nilai yang khas dalam diri manusia sekaligus tidak ada dalam AI adalah hikmat. Hikmat adalah nilai yang harus dikejar dan dipelihara dengan sungguh oleh manusia. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan penegasan bahwa hikmat adalah hal yang perlu diperjuangkan manusia untuk memperoleh kepenuhannya. Metode yang digunakan adalah analisis sintaksis dan semantik tentang hikmat lalu dihubungkan dengan AI sebagai produk kecerdasan manusia. Penulis menemukan bahwa hikmat tidak dapat ditemukan dalam AI atau produk kecerdasan lainnya, melainkan dalam diri manusia. Hikmat membuat manusia untuk hidup dalam kebenaran, dan tidak dikendalikan oleh situasi atau kemajuan dunia. Manusia harus sampai pada pengenalan akan dirinya melalui hikmat, sekalipun berada di bawah bayang-bayang AI.
